oleh: Dian Mustkarini
Malam dingin tanpa bintang menghampiri kamar Khansa. Angin merasuki pikirannya sangat dalam. Ia bertanya-tanya dan hampir menggertak. “hmmm.. Ramadhan ini sangat berbeda dengan sebelumnya, sepi tanpa ada kebersamaan”. Seluruh masyarakat tidak mampu keluar rumah begitu saja akibat wabah di negeri tempat tinggalnya. Kebiasaan tarawih, buka puasa, dan tilawah bersama telah sirna saat ini. Renungan itu mengingatkan betapa Bahagianya Ibadah Ramadhan tahun lalu. Saat itu, Sam dan lainnya mengadakan buka puasa bersama. Tiba di restoran mereka bercengkrama dan bermain tebak-tebakan sambil menunggu azan Maghrib. Tilawah dengan teman satu kos, datang kajian ilmu bersama selalu dilakukan tiap hari. “Aku tidak tahu harus apa sekarang. Apa yang bisa kulakukan di rumah? tanpa mereka?”, Khansa tersenyum miris.
Bersama keluarganya, Khansa merasa sahur ini berbeda dari tahun-tahun yang lalu. Setelah sahur, Khansa bergegas ke kamar dan Sholat Subuh. Ia bosan, hampa, kehabisan akal mau melakukan apa selama puasa. Hanya menonton, main game, membersihkan rumah, dan belajar sesekali. Diraihnya bantal, guling, dan selimut hingga dia tertidur lagi dengan pulas. Kring…kring. “Aduh siapa ini, kok telepon pagi-pagi sih”, gumam Khansa. Matanya terbelalak mengetahui bahwa Sam yang menelpon. Dia mengajak buka bersama online dengan yang lain. Khansa langsung mengiyakan, karena mereka sudah dianggap saudara olehnya. Enam orang berwatak beda membuat setiap pertemuan mereka lebih berkesan, asyik, unik, bahkan konyol. Mereka saling mengajak menuntut ilmu agama dan memperbaiki akhlak masing-masing, apalagi si Sam, yang sangat mengutamakan agamanya. Tentunya, mereka juga punya rombongan lain yang tidak kalah pentingnya. Grup olahraga Sam, grup hangout Rendra, grup kajian si Arin dan Hani, serta grup Fika yang salah satunya ialah Khansa. Fika dan delapan orang lain sudah sangat solid, kompak, saling terbuka, berbagi suka duka bahkan saling ejek, saling bantu dengan Khansa. Kecerahan matahari pagi itu seolah mendukung kegembiraan Khansa karena mereka akhirnya saling menyapa setelah hampir dua bulan tak bersua. Sorenya, Ani temannya Fika menelpon Khansa, mengabarkan bahwa akan ada buka bersama online pada hari sabtu. “Waduh, Sam kan tadi ngajak hari sabtu juga. Aduh, Aku kan mau dua-duanya. Gimana ini. Hmm”, pikir Khansa. Setelah hampir dua jam, dia memutuskan ikut keduanya, namun lebih lama dengan Fika.
Hari sabtu tiba. Kebahagiaan terpancar dari raut wajah yang berseri karena senyum manisnya. Beberapa kali notifikasi chat masuk di ponsel Khansa. “Maaf aku nggak bisa sepertinyaL. Ada agenda mendadak hari ini, maaf yaa”, sahut Aris. Khansa muram seketika, namun tetap menghibur diri, “nggak apa, nanti sebentar aja di mereka, terus langsung ke Fika”. “Allahu Akbar Allahu Akbar”, azan Maghrib berkumandang. Khansa bergegas membatalkan puasanya lalu mengangkat video call dari Arin. “Selamat berbuka guys, es buah dan bubur sum sum nih, enak kan?”, Khansa menyoroti takjilnya dengan penuh semangat. “Wah enak tuh, mau dong. Coba kirim kesini hehe”, canda Aris. “Eh, tunggu. Ris, kok jadi ikut sih kamu? Pasti kangen ya sama kami sampai nggak bisa nolak, benar kan hehe. By the way, Sam mana ya? Kok belum ada?”, sahut Hani dengan sorotan pisang gorengnya. Khansa langsung tersenyum dalam karena Aris tetap menyempatkan datang sebentar ke video call mereka, sebelum izin left setelah 15 menit. Mereka saling melepas tawa dan bercerita walau terpisah jarak dan ruang. Kemudian Khansa berpindah ke video call dari Fika. Berbagi sorotan makanan telah membuat suasana seolah bertemu secara langsung. Setidaknya rindu dan harapan Khansa kini telah terobati.
“Teman, maaf ya nggak jadi ikut. Rita dan rombongan hubungin aku pas siang dan mohon banget aku ikut untuk foto album, terus aku lupa gabung sama kalian. Maaf banget”, tulis Sam di chat grupnya. “Saam saam, harusnya aku paham dari awal, kami hanya pilihan terakhirmu yang sering diabaikan. Kamu mungkin nggak berniat itu, tapi semua perilakumu membuat sadar bahwa kami nggak pernah seperti saudara bagimu”, ucap Khansa lirih sambil menahan air mata dengan sinisnya. Kekecewaan Khansa yang memuncak dibanding sebelumnya membuat chat Sam tidak dibalas. Hani menelpon Khansa sambil menggertak dengan rasa yang sama, “hobi banget Ikut aliran kemana aja apalagi kalau mereka duluan yang ngajak. Minta maafnya pas sekali diiyain langsung diread aja, nggak ada penyesalan mungkin. Masih aja nggak berubah”. Kekecewaan itu mengingatkannya pada luka lama yang pernah Sam buat. Khansa sangat mengenalnya dengan baik. Saat bekerjasama sebagai partner dalam satu wadah, Sam seringkali tanpa sengaja tidak menghargai Khansa sebagai teman, melainkan sekadar “yang membantunya” takubahnya mirip sekadar bawahan. Tak pernah Sam berniat menyakiti, namun fakta berkata sebaliknya. Apalagi saat dihubungi oleh mereka berlima, biasanya dua sampai tiga patah kata yang menjadi balasan Sam, seolah tak ada hasrat. Untuk waktu lama, kekecewaan Khansa terpendam menggoreskan luka pahit tiap dirasa. Untuk sosok Sam, si polos nan sopan kepada semua orang, bagaimana bisa Khansa gamblang memarahinya.
“Sayang,
Ini mama ada roti bakar untuk snack malam, belum tidur kan?”. “Ma, Khansa sudah
ngantuk, besok aja ya”, ucap Khansa sambil membuka pintu kamarnya. “Eh kok
murung? nangis ya?, sini cerita sama mama.” Ditaruhnya roti di meja sementara kepala
Khansa terbaring nyaman di pangkuan Mamanya. “Aku tuh kecewa banget Ma. Kawan
aku itu nggak datang padahal sudah janji mau ikut. Justru ikut rombongan kawannya
yang lain, sampai lupa sama kami. Ada yang lain, kami diabaikan”. “Eh, nggak
boleh ngomong begitu. Sayang, coba dipikir. Memangnya dia nggak boleh buka
puasa sama yang lain? Kalau dia sudah
jadi temanmu, nggak boleh berteman sama yang lain,begitu?”, tutur Mama. Khansa
bergumam, “Ya boleh sih, tapi kan dia sering Ma bersikap begitu sama kami.
Wajar kan kalau aku jadi mikir macam-macam”. “hmm.. sabar dulu, ingat nggak? Ini
Bulan Ramadhan yang penuh berkah. Coba mama cek, gimana ibadahmu? Sudah sering
bolong kah?”, tanya mama. “hmm, Khansa jarang bolong sekarang sholat dan
tilawahnya, asli nggak bohong. Eh Ma, Bulan Ramadhan itu katanya pintu neraka
dikunci, jadi setan dibelenggu. Tapi mengapa masih ada yang berbuat zalim dan
menyakiti orang lain?”. Mama menjawab sambil mengunyah roti, “Terus mengapa anak mama si imut ini juga masih
murung, kecewa bahkan su’udzon begitu?”. Khansa terdiam memikirkan perkataan
mama. “Iya yah”, batin Khansa. “Begini, Setan memang sudah janji mau menggoda
manusia sampai akhir. Tapi, kadang kita menjadikannya kambing hitam dan lupa
diri, siapa kita sebenarnya. Coba ingat, mengapa manusia dijadikan khalifah di
bumi oleh Allah?. Mengapa tidak malaikat saja yang selalu taat yang menjadi khalifah?
Hakikatnya, manusia itu punya hati, pikiran dan hawa nafsu. Nafsu yang membawa
manusia ke akhlak dan perilaku yang diinginkannya. Nafsu yang benar dari
pemimpin mampu menjadikan rakyatnya lebih baik. Wajar kan kalau manusia jadi
khalifah, apalagi manusia sebaik-baik makhluk ciptaan Allah. Tapi ingat, kita
ini ciptaan, seorang hamba yang wajib menyembah Tuhannya. Coba dipikir lagi,
Ramadhan yang penuh kesempatan beramal ini, kamu habiskan untuk apa?. Kalau
lagi nonton tv dan main game, fokus banget kan kesitu? kadang malah nggak
dengar mama panggil. Kemarin juga karena buka bersama online, kamu nggak ikut
sholat berjamaah sama papa. Tilawah kamu lebih sebentar nggak dibanding
videocall sama mereka?. Pas videocall karena sangat gembira, fokusnya paling full, eh pas ibadahnya fokus nggak
mengingat Allah?”. Tanpa sadar, Air mata membasahi pipi Khansa yang merasa
tertusuk atas ucapan mamanya. “hmm iya sih, tapi ma, kan menjalin silaturahmi
juga berpahala?”, ucap Khansa lirih. “Suatu amal itu bergantung dengan niatnya
sayang, misalnya murni hanya mau bersilaturahmi, tidak semestinya sampai ibadah wajib dan sunnah jadi
nomor dua kan?. Bagaimana jika dalam niat itu, hawa nafsumu tanpa sengaja ikut
menguasai. Nafus dan senangnya melewati batas, sampai akhirnya hanya lelah yang
tersisa pas kamu sholat dan tilawah. Kamu tahu nggak? Saat kamu dikecewakan orang
lain, tandanya kamu diingatkan bahwa mereka juga manusia, punya nafsu yang sama
atau lebih dari kamu. Mereka punya hak untuk memilih siapa teman terpenting
baginya. Bukankah itu nafsu yang salah saat memaksakan semuanya padahal takdir Allah
sudah di depan mata? apalagi karena itu kamu jadi lupa mensyukuri nikmat
lainnya dari Allah, mulai kesehatan, keluarga lengkap, teman baik, dan masih
banyak lagi. Coba kalau Sam itu orang jahat, mungkin dia sudah dimarahin sampai
kamu lupa ada bagian khilaf dan salah darimu. Bukan tidak mungkin kalau temanmu yang lain nantinya bisa ngecewain
kamu bahkan lebih dalam. Kalau dibilang bahagia saat hangout atau kumpul, mungkin iya. Tapi itu hanya fatamorgana tanpa
ketenangan, yang didapat dari godaan nafsu tak terkontrol. Alangkah baiknya
jika nafsu itu dipakai untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Jadi nanti
semangat kamu nomor satu hanya tertuju pada Allah, yakin deh, kamu nggak akan
pernah kecewa. Gimana? Mau berubah mulai besok?. Tapi ingat, mama nggak bilang
putuskan mereka dari teman baikmu ya. Sudah jangan nangis, nanti mama ikut
nangis loh”, ucap Mama sambil mengelus kepala Khansa dan menciumnya. Khansa
memeluk mamanya sambil terharu. Sambil mencoba menerima, ia sadar dirinya lah
yang terlalu larut dalam lautan nafsu yang melampaui batas. Ia berniat bahwa
mulai besok dia akan lebih mengutamakan ibadah dibanding teman-teman baiknya.
Ia akan berusaha sekuat tenaga mengontrol nafsu, apalagi saat puasa. Puasa yang
seharusnya menahan hawa nafsu seluruhnya, agar tidak hanya lapar dan haus yang
didapat. Ketika manusia beribadah dengan hati ikhlas, khusyuk dan kerendahan
hati dalam focus satu-satunya menghadap Allah semata, saat itulah tercapainya
kebahagiaan mutlak dalam ibadah hamba-Nya, terkhusus di bulan Ramadhan yang
pahalanya dilipatgandakan. Alias, bukan kebahagiaan semu yang didapat dari
membaranya nafsu ke jalan yang salah. Yakinlah, kebahagaiaan duniawi lainnya
akan turut mengikuti. Bukan tentang
bersama siapa, dimana, dan seringnya dia ibadah, melainkan berlabuh kemana hati,
pikiran dan jiwa raganya. ~Kontrollah nafsu
atau ia menguasaimu~